Kalianda – Cahaya lampu di bibir Pantai Grand Elty Krakatoa menambah hangat suasana Gala Dinner pembukaan Australia Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP) 2025 yang digelar pada Selasa malam (25/11/2025). Kabupaten Lampung Selatan untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah rangkaian kegiatan pertukaran pemuda bergengsi tersebut.
Acara ini sekaligus menandai dimulainya program kolaborasi budaya yang melibatkan 42 peserta, terdiri dari 21 delegasi Indonesia dan 21 delegasi Australia.
Bupati Lampung Selatan Radityo Egi Pratama hadir bersama Wakil Bupati M. Syaiful Anwar, jajaran Forkopimda, kepala instansi vertikal, para camat, pejabat daerah, serta para orang tua asuh yang akan mendampingi peserta selama program berlangsung.
Suasana keakraban tampak ketika para tamu dipertemukan dengan seluruh delegasi yang akan menjalani berbagai kegiatan sosial, budaya, dan edukasi di Lampung Selatan selama beberapa minggu ke depan.
Staf Ahli Bidang Regulasi Kepemudaan dan Keolahragaan Kemenpora RI, Samsudin, menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan atas kesediaannya menjadi tuan rumah AIYEP 2025.
Menurutnya, pemilihan Kalianda bukan tanpa alasan, melainkan karena potensi pariwisata yang kuat, lanskap maritim yang menarik, serta posisinya yang strategis dekat dengan Pelabuhan Bakauheni.
“Seluruh unsur tersebut diyakini mampu memberikan pengalaman lokal yang otentik bagi para peserta,” ujar Samsudin.
Ia juga menekankan pentingnya peran orang tua asuh, sebab interaksi budaya yang paling bermakna lahir melalui kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga. Samsudin bahkan mengingatkan agar peserta lebih diperkenalkan pada kuliner dan budaya pesisir, bukan pada pusat perbelanjaan.
“Menu seperti lumay dan berbagai hasil laut khas Lampung Selatan akan meninggalkan kesan mendalam bagi para delegasi,” tambahnya.
Dalam sambutannya, Bupati Egi menegaskan bahwa Gala Dinner AIYEP 2025 bukan hanya acara seremonial, tetapi momentum penting yang menyatukan masa depan dua bangsa melalui peran pemuda.
Ia menyebut para peserta AIYEP sebagai “wajah baru hubungan Indonesia–Australia”.
“AIYEP bukan hanya pertukaran pemuda, melainkan pertukaran ide, karakter, dan cara pandang,” ujar Egi.
Di tengah dinamika global seperti perkembangan kecerdasan buatan, ekonomi hijau, dan diplomasi modern, pemuda menurutnya perlu memiliki keluwesan budaya serta kemampuan berkolaborasi lintas negara.
Lampung Selatan, kata Egi, bukan hanya menjadi lokasi magang dan tinggalnya para peserta, namun juga ruang pembelajaran sosial yang akan membentuk perspektif mereka di masa depan.
Dengan penuh kehangatan, ia memperkenalkan salam khas Lampung Selatan, “Tabik Pun”, yang disebutnya bukan hanya sapaan tetapi “sebuah rasa”.
“Selama di Lampung Selatan, jangan hanya belajar, tapi juga harus jatuh cinta—pada budaya, pariwisata, dan kuliner khas Lampung Selatan,” tutupnya sebelum meresmikan acara dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim.
Acara kemudian ditutup dengan prosesi penyerahan cendera mata dari delegasi kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan sebagai simbol komitmen persahabatan yang diharapkan berlanjut melampaui program formal.
Malam itu, Grand Elty Krakatoa bukan sekadar venue, tetapi menjadi rumah kedua bagi para peserta AIYEP 2025—menyajikan kehangatan budaya Lampung Selatan sebagai langkah awal perjalanan pertukaran budaya yang penuh makna.
